FILSAFAT

Filsafat adalah induk segala ilmu. Pernyataan ini tidak salah karena ilmu-ilmu yang ada sekarang, baik ilmu alam maupun ilmu sosial, mulanya berada dalam kajian filsafat. Pada zaman dulu tidak dibedakan antara ilmuwan dengan filosof. Isaac Newton (1642-1627) menulis hukum-hukum fisikanya dalam buku yang berjudul Philosophie Naturalis Principia Mathematica (terbit 1686). Adam Smith (1723-1790) bapak ilmu ekonomi menulis buku The Wealth of Nations (1776) dalam kapasitasnya sebagai Professor of Moral Philosophy di Universitas Glasgow. Kita juga mengenal Ibnu Sina (w.1037) sebagai bapak kedokteran yang menyusun ensiklopedi besar al-Qanun fi al-Thibb sekaligus sebagai filosof yang mengarang Kitab al-Syifa’.

Definisi filsafat tidak akan diberikan karena para ahli sendiri berbeda-beda dalam merumuskannya. Cukup di sini disinggung mengenai ciri-ciri dari filsafat, sebagaimana diuraikan Suriasumantri (1998), yaitu menyeluruh (membahas segala hal atau satu hal dalam kaitannya dengan hal-hal lain), radikal (meneliti sesuatu secara mendalam, mendasar hingga ke akar-akarnya), dan spekulatif (memulai penyelidikannya dari titik yang ditentukan begitu saja secara apriori). Spekulatif juga bermakna rasional.

Objek kajian filsafat sangat luas, bahkan boleh dikatakan tak terbatas. Filsafat memelajari segala realitas yang ada dan mungkin ada; lebih luas lagi, segala hal yang mungkin dipikirkan oleh akal. Sejauh ini, terdapat tiga realitas besar yang dikaji filsafat, yakni Tuhan (metakosmos), manusia (mikrokosmos), dan alam (makrokosmos). Sebagian objek filsafat telah diambil-alih oleh sains, yakni objek-objek yang bersifat empiris.

Objek-objek kajian filsafat yang luas itu coba dikelompokkan oleh para ahli ke dalam beberapa bidang. Berbeda-beda hasil pembagian mereka. Jujun Suriasumantri (1998) membagi bidang kajian filsafat itu ke dalam empat bagian besar, yakni logika (membahas apa yang disebut benar dan apa yang disebut salah), etika (membahas perihal baik dan buruk), estetika (membahas perihal indah dan jelek), dan metafisika (membahas perihal hakikat keberadaan zat atau sesuatu di balik yang fisik). Empat bagian ini bercabang-cabang lagi menjadi banyak sekali. Hampir tiap ilmu yang dikenal sekarang ada filsafatnya, misalnya filsafat ilmu, filsafat ekonomi, filsafat hukum, filsafat pendidikan, dan filsafat sejarah.

Epistemologi filsafat adalah rasional murni (bedakan dengan rasionalisme). Artinya pengetahuan yang disebut filsafat diperoleh semata-mata lewat kerja akal. Sumber pengetahuan filsafat adalah rasio atau akal. Sumber pengetahuan lain yang mungkin memengaruhi pikiran seorang filosof ditekan seminimal mungkin, dan kalau bisa hingga ke titik nol. Atau pengetahuan-pengetahuan itu diverifikasi oleh akalnya, apakah rasional atau tidak. Misalnya seorang filosof yang beragama Islam tentu telah memeroleh pengetahuan dari ajaran agamanya. Dalam hal ini ada dua hal yang bisa ia lakukan: menolak ajaran agama yang menurutnya tidak rasional, atau mencari pembenaran rasional bagi ajaran agama yang tampaknya tidak rasional.

Filsafat bertujuan untuk mencari Kebenaran (dengan K besar), artinya kebenaran yang sungguh-sungguh benar, kebenaran akhir. Sifat aksiologis filsafat ini tampak dari asal katanya philos (cinta) dan sophia (pengetahuan, kebijaksanaan, kebenaran). Seorang filosof tidak akan berhenti pada pengetahuan yang tampak benar, melainkan menyelidiki hingga ke baliknya. Ia tidak akan puas jika dalam pemikirannya masih terdapat kontradiksi-kontradiksi, kesalahan-kesalahan berpikir, meskipun dalam kenyataannya tidak ada seorang filosof pun yang filsafatnya bebas dari kontradiksi. Dengan kata lain, tidak ada filosof yang berhasil sampai pada Kebenaran atau kebenaran akhir itu. Semuanya hanya bisa disebut mendekati Kebenaran.

Kebenaran yang diperoleh dari filsafat


itu sebagian ada yang berkembang menjadi ajaran hidup, isme.
Filsafat yang sudah menjadi isme ini difungsikan oleh penganutnya sebagai sumber nilai yang menopang kehidupannya. Misalnya ajaran Aristotelianisme banyak dipakai oleh kaum agamawan gereja; ajaran neoplatonisme banyak dipakai oleh kaum mistik; materialisme, komunisme, dan eksistensialisme bahkan sempat menjadi semacam padanan agama (the religion equivalen), yang berfungsi layaknya agama formal.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

SUMBER PENGETAHUAN

Sum


ber Pengetahuan
yang dimiliki oleh manusia haruslah diketahui terlebih dahulu ubtuk mendapatkan pengetahuan yang bermanfaat. Ilmu yang bisa dimanfaatkan untuk kemajuan dan kesejahtaraan umat manusia. Karena fungsi utama dari ilmu itu sendiri adalah untuk kebaikan ummat. Ilmu yang baik dan jelas sumbernya akan membawa kebaiakan, sebaliknya ilmu yang tidak kelas sumbernya akan membawa kehancuran.

Indera

Indera digunakan untuk berhubungan dengan dunia fisik atau lingkungan di sekitar kita. Indera ada bermacam-macam; yang paling pokok ada lima (panca indera), yakni indera penglihatan (mata) yang memungkinkan kita mengetahui warna, bentuk, dan ukuran suatu benda; indera pendengaran (telinga) yang membuat kita membedakan macam-macam suara; indera penciuman (hidung) untuk membedakan bermacam bau-bauan; indera perasa (lidah) yang membuat kita bisa membedakan makanan enak dan tidak enak; dan indera peraba (kulit) yang memungkinkan kita mengetahui suhu lingkungan dan kontur suatu benda.

Pengetahuan lewat indera disebut juga pengalaman, sifatnya empiris dan terukur. Kecenderungan yang berlebih kepada alat indera sebagai sumber pengetahuan yang utama, atau bahkan satu-satunya sumber pengetahuan, menghasilkan aliran yang disebut empirisisme, dengan pelopornya John Locke (1632-1714) dan David Hume dari Inggris. Mengenai kesahihan pengetahuan jenis ini, seorang empirisis sejati akan mengatakan indera adalah satu-satunya sumber pengetahuan yang dapat dipercaya, dan pengetahuan inderawi adalah satu-satunya pengetahuan yang benar.

Tetapi mengandalkan pengetahuan semata-mata kepada indera jelas tidak mencukupi. Dalam banyak kasus, penangkapan indera seringkali tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Misalnya pensil yang dimasukkan ke dalam air terlihat bengkok, padahal sebelumnya lurus. Benda yang jauh terlihat lebih kecil, padahal ukuran sebenarnya lebih besar. Bunyi yang terlalu lemah atau terlalu keras tidak bisa kita dengar. Belum lagi kalau alat indera kita bermasalah, sedang sakit atau sudah rusak, maka kian sulitlah kita mengandalkan indera untuk mendapatkan pengetahuan yang benar.
Akal

Akal atau rasio merupakan fungsi dari organ yang secara fisik bertempat di dalam kepala, yakni otak. Akal mampu menambal kekurangan yang ada pada indera. Akallah yang bisa memastikan bahwa pensil dalam air itu tetap lurus, dan bentuk bulan tetap bulat walaupun tampaknya sabit. Keunggulan akal yang paling utama adalah kemampuannya menangkap esensi atau hakikat dari sesuatu, tanpa terikat pada fakta-fakta khusus. Akal bisa mengetahui hakekat umum dari kucing, tanpa harus mengaitkannya dengan kucing tertentu yang ada di rumah tetangganya, kucing hitam, kucing garong, atau kucing-kucingan.

Akal mengetahui sesuatu tidak secara langsung, melainkan lewat kategori-kategori atau ide yang inheren dalam akal dan diyakini bersifat bawaan. Ketika kita memikirkan sesuatu, penangkapan akal atas sesuatu itu selalu sudah dibingkai oleh kategori. Kategori-kategori itu antara lain substansi, kuantitas, kualitas, relasi, waktu, tempat, dan keadaan.

Pengetahuan yang diperoleh dengan akal bersifat rasional, logis, atau masuk akal. Pengutamaan akal di atas sumber-sumber pengetahuan lainnya, atau keyakinan bahwa akal adalah satu-satunya sumber pengetahuan yang benar, disebut aliran rasionalisme, dengan pelopornya Rene Descartes (1596-1650) dari Prancis. Seorang rasionalis umumnya mencela pengetahuan yang diperoleh lewat indera sebagai semu, palsu, dan menipu.
Hati atau Intuisi

Organ fisik yang berkaitan dengan fungsi hati atau intuisi tidak diketahui dengan pasti; ada yang menyebut jantung, ada juga yang menyebut otak bagian kanan. Pada praktiknya, intuisi muncul berupa pengetahuan yang tiba-tiba saja hadir dalam kesadaran, tanpa melalui proses penalaran yang jelas, non-analitis, dan tidak selalu logis. Intuisi bisa muncul kapan saja tanpa kita rencanakan, baik saat santai maupun tegang, ketika diam maupun bergerak. Kadang ia datang saat kita tengah jalan-jalan di trotoar, saat kita sedang mandi, bangun tidur, saat main catur, atau saat kita menikmati pemandangan alam.

Intuisi disebut juga ilham atau inspirasi. Meskipun pengetahuan intuisi hadir begitu saja secara tiba-tiba, namun tampaknya ia tidak jatuh ke sembarang orang, melainkan hanya kepada orang yang sebelumnya sudah berpikir keras mengenai suatu masalah. Ketika seseorang sudah memaksimalkan daya pikirnya dan mengalami kemacetan, lalu ia mengistirahatkan pikirannya dengan tidur atau bersantai, pada saat itulah intuisi berkemungkinan muncul. Oleh karena itu intuisi sering disebut supra-rasional atau suatu kemampuan yang berada di atas rasio, dan hanya berfungsi jika rasio sudah digunakan secara maksimal namun menemui jalan buntu.

Hati bekerja pada wilayah yang tidak bisa dijangkau oleh akal, yakni pengalaman emosional dan spiritual. Kelemahan akal ialah terpagari oleh kategori-kategori sehingga hal ini, menurut Immanuel Kant (1724-1804), membuat akal tidak pernah bisa sampai pada pengetahuan langsung tentang sesuatu sebagaimana adanya (das ding an sich) atau noumena. Akal hanya bisa menangkap yang tampak dari benda itu (fenoumena), sementara hati bisa mengalami sesuatu secara langsung tanpa terhalang oleh apapun, tanpa ada jarak antara subjek dan objek.

Kecenderungan akal untuk selalu melakukan generalisasi (meng-umumkan) dan spatialisasi (meruang-ruangkan) membuatnya tidak akan mengerti keunikan-keunikan dari kejadian sehari-hari. Hati dapat memahami pengalaman-pengalaman khusus, misalnya pengalaman eksistensial, yakni pengalaman riil manusia seperti yang dirasakan langsung, bukan lewat konsepsi akal. Akal tidak bisa mengetahui rasa cinta, hatilah yang merasakannya. Bagi akal, satu jam di rutan salemba dan satu jam di pantai carita adalah sama, tapi bagi orang yang mengalaminya bisa sangat berbeda. Hati juga bisa merasakan pengalaman religius, berhubungan dengan Tuhan atau makhluk-makhluk gaib lainnya, dan juga pengalaman menyatu dengan alam.

Pengutamaan hati sebagai sumber pengetahuan yang paling bisa dipercaya dibanding sumber lainnya disebut intuisionisme. Mayoritas filosof Muslim memercayai kelebihan hati atas akal. Puncaknya adalah Suhrawardi al-Maqtul (1153-1192) yang mengembangkan mazhab isyraqi (iluminasionisme), dan diteruskan oleh Mulla Shadra (w.1631). Di Barat, intuisionisme dikembangkan oleh Henry Bergson.

Selain itu, ada sumber pengetahuan lain yang disebut wahyu. Wahyu adalah pemberitahuan langsung dari Tuhan kepada manusia dan mewujudkan dirinya dalam kitab suci agama. Namun sebagian pemikir Muslim ada yang menyamakan wahyu dengan intuisi, dalam pengertian wahyu sebagai jenis intuisi pada tingkat yang paling tinggi, dan hanya nabi yang bisa memerolehnya.

Dalam tradisi filsafat Barat, pertentangan keras terjadi antara aliran empirisisme dan rasionalisme. Hingga awal abad ke-20, empirisisme masih memegang kendali dengan kuatnya kecenderungan positivisme di kalangan ilmuwan Barat. Sedangkan dalam tradisi filsafat Islam, pertentangan kuat terjadi antara aliran rasionalisme dan intuisionisme (iluminasionisme, ‘irfani), dengan kemenangan pada aliran yang kedua. Dalam kisah perjalanan Nabi Khidir a.s. dan Musa a.s., penerimaan Musa atas tindakan-tindakan Khidir yang mulanya ia pertanyakan dianggap sebagai kemenangan intuisionisme. Penilaian positif umumnya para filosof Muslim atas intuisi ini kemungkinan besar dimaksudkan untuk memberikan status ontologis yang kuat pada wahyu, sebagai sumber pengetahuan yang lebih sahih daripada rasio.
LOGIKA

Logika adalah cara berpikir atau penalaran menuju kesimpulan yang benar. Aristoteles (384-322 SM) adalah pembangun logika yang pertama. Logika Aristoteles ini, menurut Immanuel Kant, 21 abad kemudian, tidak mengalami perubahan sedikit pun, baik penambahan maupun pengurangan.

Aristoteles memerkenalkan dua bentuk logika yang sekarang kita kenal dengan istilah deduksi dan induksi. Logika deduksi, dikenal juga dengan nama silogisme, adalah menarik kesimpulan dari pernyataan umum atas hal yang khusus. Contoh terkenal dari silogisme adalah:

- Semua manusia akan mati (pernyataan umum, premis mayor)

- Isnur manusia (pernyataan antara, premis minor)

- Isnur akan mati (kesimpulan, konklusi)

Logika induksi adalah kebalikan dari deduksi, yaitu menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan yang bersifat khusus menuju pernyataan umum. Contoh:

- Isnur adalah manusia, dan ia mati (pernyataan khusus)

- Muhammad, Asep, dll adalah manusia, dan semuanya mati (pernyataan antara)

- Semua manusia akan mati (kesimpulan)
Itulah sumber pengetahuan yang dimiliki oleh manusia untuk memperoleh ilmu pengetahuan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS